Rabu, 16 April 2014

Gelatin Halal dapet nya dimana?

dua hari yang lalu saya terkenang akan hubungan saya dengan si doi yg hampir setahun.. hmm.. mau di buat kejutan apa ya, langsung duduk diam di depan notebook, tanya mbah google..
yang saya dapat dari google untuk hasil pencarian "kejutan aniversary untuk sang pacar" yaitu beberapa kado hasil kretifitas tangan dan cupcake" lucu.. ada yang berupa foto, boneka orang-orangan, ucapan "happy aniversary sayang" banyak lagi deh.. Jadi ngiler liatnya, bagus-bagus banget hasil tangan kreatif para wanita ini...
kepikiran mau buat juga kayaknya..
buat kue...
belom punya oven sama mixer...
kepikiran... terus...
akhirnya, aha... beli aja mufin coklat nya... hiasannya bikin sendiri...
fondant.. itu nama hiasan kue yang bentuknya kayak lilin dan bisa di bentuk sekreatif tangan kita...

nyari lagi... beli fondant dimana ya??
ketemunya cara membuat fondant..
liat lagi...
fondant itu pake gelatin..
gelatin?
satu hal yang saya ingat tentang gelatin itu... terbuat dr sapi atau babi...

loh..loh..loh..
jangan-jangan fondant nih banyak yg gak halal dong...
was-was hati saya memikirkannya..
pas liat di blog" teman ada yang bilang pakai rumput laut.. tapi hasilnya gak semaksimal pake fondant..

mungkin belom rezeki... tapi pengen banget belajar hias kue... gimana ya...
di jakarta aja nyari fondant yang halal susah, gimana di Bangka ini?? hadoh... hmm..

temen" yang baca artikel ini tolong ya, kasih masukan..
ilmu yang di bagikan bermanfaat kok, yang pasti berpahala... :)


Kamis, 19 Desember 2013

REVAN???

Saat itu matahari mamantulkan cahayanya pada bulan, sehingga melengkapi indahnya suasana petang, yang di sambut nyanyian binatang jenis hexapoda di balik tingginya rerumputan.
Angin malam mulai berhembus pelan tapi cukup bisa menusuk kulit. Dedaunan pohon pinus melambai – lambai sayu menjadi saksi redupnya cahaya Intan hari itu. Awan hitam yang menggantung dari udara dan bergerak bebas menuju ke selatan menggambarkan suasana hati Intan saat itu. Ayahnya lagi –lagi pulang dengan membawa kesedihan di depan matanya.
Akhir – akhir ini Intan mencoba terus menahan tangis di depan Ibunya, karena sang Ayah pulang dengan aroma minuman keras di tubuhnya. Mabuk setiap pulang menjadi kewajiban untuk menghilangkan stresnya karena belum lama Ia di PHK dari tempat kerjanya. Tempat bergantung kehidupan keluarganya.
Berkali – kali Intan membujuk Ayahnya untuk memperhatikan sang Ibu. Tapi apa daya Intan hanya bisa menangis karena cacian dan tamparan yang sering mendarat di wajahnya. Ketika Ayahnya sudah tidak peduli akan apa yang terjadi dengan keluarga yang dulu sangat dicintainya.
Sesosok bayangan terlihat berjalan mendekati Intan yang bersandar di ambang jendela kamarnya sambil meratapi nasib dan berharap waktu dapat di putar kembali. Sekelibat bayangan tersebut berasal dari seorang Ibu yang telah mengandungnya selama sembilan bulan.
“Intan, kamu belum tidur ?” Ibu membuyarkan lamunan Intan.
“Ibu, kenapa Ibu Bangun ? bukannya Ibu masih sakit ?” Intan khawatir, gejala penyakit parkinson yang perlahan menggerogoti kemampuan otak dan memperlambat gerakan Ibunya sering membuat Ibunya terjatuh. Intan bergegas menuntun Ibunya untuk duduk di sisi tempat tidur yang sudah seumur dirinya.
“Apa yang menyebabkan kamu murung dan menahan kesedihan, anakku ?, ceritakanlah kepada ibu,” tanya Ibu masih penuh dengan perhatian.
“aku tidak sedih bu, aku hanya sedang berfikir, bagaimana caranya untuk menyambung hidup kita. Ayah sudah tidak bisa kita harapkan lagi. Kita harus membangun diri kita sendiri bu,” bohong Intan.
Sebenarnya Intan telah berkerja di salah satu restoran milik pamannya Vina, sahabatnya. Guna menutupi pengeluaran hidupnya bersama Ibunya, setelah ayahnya tidak lagi memberikan nafkah kepada keluarganya.
“Ibu mengerti kegundahan jiwamu nak, tapi bagaimanapun Ia tetap tetap Ayahmu. Ia yang membantu Ibu membesarkanmu hingga saat ini. Memangnya apa yang Ia lakukan padamu ?, apa Ia memukulmu ?” tanya Ibu kembali, Intan tersentak Ia menatap dalam – dalam jiwa sang Ibu. Menatap iba ke pelupuk mata seseorang yang sedang menunggu jawaban dari bibir anaknya.
“tidak bu, Ayah tidak pernah memukulku,” Intan menundukkan kepalanya. Rasa tamparan keras itu tertahan oleh ucapan bohong dari Intan. Ia tidak ingin ibunya merasakan hal yang sama dengannya.
“lalu mengapa kamu memikirkan hal itu ?, Ayah masih bekerja kan ?” ibu tidak tahu bahwa uang yang selalu di terima oleh Intan adalah hasil dari jerih payah Intan sendiri. Bukan dari sang suami yang Ia kira selalu bekerja.
“ya, Ayah bekerja !” tatapan iba itu muncul kembali dan ditunjukan ke Ibunya.
“apa yang kamu fikirkan, sudahlah malam sudah larut. Jangan fikirkan hal itu lagi, tidurlah. Bukankah esok kamu harus ke sekolah ? kamu masih terlalu kecil untuk berfikir ke arah sana, nak.” Perintah Ibu sambil menutup jendela kamar Intan, lalu menyelimutinya ketika Ia akan beranjak keluar kamar.
“ibu..” Intan menyempatkan diri memanggil Ibunya
“.....” sang Ibu hanya menoleh.
“aku sudah dewasa, aku bukan anak kecil lagi,” lanjut Intan optimis.
“ya.. Ibu percaya itu, tidurlah ibu akan membangunkanmu sebelum subuh.” Wanita paruh baya itu pun beranjak pergi menuju pintu kamar Intan.
“maafkan aku Ibu. Ku lakukan ini semua, demi kau.” Sedikit penyesalan terlontar dari mulut Intan. Tatkala lagi – lagi Ia harus berbohong kepada Ibunya.
***
Embun pagi dan gemercik siraman sinar mentari pagi itu, mengingatkan para manusia untuk melanjutkan kewajiban mereka di bumi. Walaupun tidak secerah hari kemarin, karena tadi malam awan hitam yang menggantung telah menjadi air hujan dan membasahi daerah tempat Intan tinggal.
Hari ini Intan berangkat ke sekolah membawa kantung hitam di bawah matanya. Tadi malam Ia tidak dapat tidur. Sesekali Ia membolak – balikan tubuhnya. Fikirannya terus tertuju kepada Ibunya. Haruskah Ia jujur untuk saat ini ?, tidak. Ia tidak ingin membagi kesedihan kepada orang yang menyayanginya.
Hari ini juga tepat 5 bulan Intan bekerja. Tidak begitu buruk. Gajinya cukup untuk membantunya sekolah. Setiap pulang sekolah Intan dan Vina rajin  bekerja sebagai waiters.
 Ada salah seorang dari berpuluh – puluh tamu yang rutin makan siang dan malam di restoran tempat Intan bekerja. Seorang pria bernama Revan.
            “sepertinya dia menyukai kamu,” Sapa Vina yang sedang asik menyusun garnis di atas makanan yang di pesan oleh sekelompok tamu.
            “siapa ?” Intan bingung akan teguran Vina
            “pria yang selalu duduk di sana,” Vina menunjuk ke arah Revan yang sedang mengotak – atik laptopnya,sesekali Ia melirik ke arah Intan.
            “Revan, aku hanya berteman dengannya. Lagi pula darimana kamu tahu kalau dia menyukaiku ?” Intan meremehkan pendapat sahabatnya.
            “lihat aja, setiap Dia makan di sini dia selalu mencarimu, kalau kamu gak ada, dia pasti keluar, dan dia hanya ingin mengobrol denganmu saja bukan ?, itu berarti dia menyukaimu. Bukan begitu ?” Vina cepat mengambil kesimpulan.
            “sudah ku bilang, aku hanya berteman dengannya. Sudahlah jangan bicarakan di terus, lebih baik kamu antar makanan itu.” Intan mengalihkan pembicaraan mereka.
“huh... Vina sedikit jengkel karena sashabatnya mengalihkan pembicaraan.”
Sebenarnya yang di katakat Vina tidak salah sama sekali. Revan sedang melakukan pendekatan dengan Intan, Intan pun mengetahuinya. Tapi Ia selalu menganggap Revan sebagai teman biasa.
***
Malam sudah Larut, daerah sekitar restoran begitu pekat dan dingin. Malam itu berbentuk bulat lingkaran penuh dan begitu besar, hingga sinarnya menerangi wajah Intan yang baru keluar dari restoran bersama Vina.
            “sampai besok Intan, daa...” Vina mengucapkan salam perpisahan.
            “da..” sahut Intan datar.
Untung malam itu bulan terlihat sempurna, jalan pun menjadi tidak begitu gelap. Intan berjalan menuju sebuah halte yang terletak tidak jauh dari restoran. Terlihat sebuah sedan hitam parkir dekat halte, mobil itu mundur hingga sejajar dengn tempat Intan berdiri.
            “ hai, ikutlah pulang dengan ku. Tidak baik seorang wanita berdiri di halte, sendirian larut malam,” tegur seseorang kepada Intan usai membuka kaca jendela mobilnya.
“Revan, sejak kapan kamu parkir di sana ?, apa kamu menunggu ku ?” Intan terkejut.
“kelihatannya ?. ayo masuk !,” ajak Revan lagi. Intan pun menurut karena yang di katakan Revan benar. Revan mengendalikan mobilnya menuju rumah Intan. Revan menunggu Intan sejak Intan melihat dirinya keluar dari restoran. Intan marah karena selama itu Revan menunggunya.
“untuk apalagi kamu menungguku kalau bukan untuk membicarakan sesuatu, katakanlah,” Intan mengetahui maksud Revan menunggunya.
Tapi Revan terdiam, sementara Intan yang tidak sabaran terus menegur orang yang baru di kenalnya. Dan tak disangka – sangka Revan menyatakan perasaan yang selama ini Ia pendam. Ucapan Revan seolah – olah menghipnotis Intan. Jantungnya berdegup kencang, Ia menarik nafas untuk mencari ketenangan, dan akhirnya Intan menerimanya dengan senang hati. Pria tampan itu kemudian tersenyum manis kepada Intan. Samar –samar terdengar uara canda mereka berdua. Ternyata dugaan sahabatnya benar.
***
Sampai di rumah Intan, Revan ikut turun dari mobil. Tapi tidak disangka Ayah Intan sedang berada di rumah. Ia meminta uang kepada istrinya secara paksa. Ia juga mengambil kalung emas yang baru saja Intan belikan untuk Ibunya. Sang Ibu pun jatuh tersungkur dan menangis. Intan menghalangi Ayahnya di depan pintu untuk merebut kalung tersebut.
Revan hanya diam menyaksikan kejadian tragis itu. Dengan sengaja Ayah memukul Intan sampai jatuh. Lalu Ia pergi membawa barang berharga yang bukan miliknya. Revan segera membantu Intan bangun. Intan tak sanggup membendung air matanya lagi. Revan menenangkannya dan membawanya masuk ke dalam rumah.
            “maaf ya, kami telah membuatmu terkejut,tapi inilah keadaan keluargaku yang sebenarnya. Terimakasih telah menenangkan kami,” tegur Intan saat mengantar Revan ke teras untuk pulang.
            “ya aku sangat terkejut, aku harap Ia sadar bahwa yang dilakukannya itu salah. Bersabarlah. Boleh aku meminta sesuatu kepadamu ?”
            “apa ?” intan memandang Revan denagn penuh tanya, ketika Revan sudah berada di dalam mobilnya.
            “aku mohon terimalah bantuan ku dengan tangan terbuka, jangan pernah menolaknya.”
            “hmm.. ya, aku akan berusaha, selama bantuanmu tidak berlebihan.” Intan menerimanya dengan lapang dada.
            “terimakasih, aku pulang ya.. tabahkan hatimu Intan.” Revan berpamitan dengan memberikan semangat. Intan hanya tersenyum lega.
Ada sedikit harapan di hidup Intan saat ini. Hadirnya Revan membuatnya merasa tidak sendirian lagi. Revan pun sama berharap Intan bahagia bersamanya.
***
Di sudut desa terlihat sekelompok orang sedang berpesta minuman keras. Tapi malam ini nasib mereka kurang beruntung, dua mobil polisi datang mengejar mereka. Salah satu dari orang – orang yang mabuk tersebut lari membawa sebuah kalung emas yang menjuntai panjang dan lolos dari kejaran polisi.
Tetapi tiba – tiba seseorang berpakaian serba merah menikam pria paruh baya itu dari belakang. Ia pun tewas seketika.
***
Embun bening serta sejuknya udara pagi memaksa Intan untuk berhenti berlayar di pulau kapuk. Tapi bukan itu yang membuat Intan semangat bangun dari tidurnya. Tapi keramaian pagi itu. Seorang petani berteriak histeris, Ia mengaku menemukan mayat. Tapi Intan tidak memperdulikannya. Ia bergegas mandi dan segera pergi ke sekolah karena Ia hampir terlambat.
Hari ini Ia sangat bersemangat pergi ke sekolah, entah apa sebabnya. Mungkin karena semalam ada yang menyatakan cinta kepadanya.
            “apa yang terjadi kepadamu hari ini ? tingkah lakumu tidak seperti biasanya, apa yang di katakan Revan tadi malam ?” Vina penasaran. Tingkah laku Intan tidak seperti kemarin.
            “dari mana kamu tahu ?” Intan terkejut mendengar pertanyaan Vina.
Vina pun bercerita tentang Revan yang memintanya untuk meninggalkan intan. Agar Ia bisa menyatakan perasaannya kepada Intan. Intan sedikit jengkel. Tapi Ia bahagia.
***
Semangat Intan hari itu di contoh matahari. Teriknya sangat menyengat. Terlihat sesekali Intan mengusap keringatnya. Panas.. udara yang menghampirnya saat itu. Kantin sekolah merupakan tujuan utamanya saat bel istirahat berbunyi. Ia ingin melepaskan dahaga setelah 3 jam berkutat dengan 2 pelajaran.
            “hai Vin, main yuk ke rumah ku. Ibu menanyakanmu terus,” Intan memulai perbincangannya dengan Vina.
            “oh ya.. baiklah, kapan ?”
            “setelah pulang sekolah nanti, kan hari ini jatah libur kita,” Intan meberi saran karena hari itu mereka libur bekerja.
Bel pulang pun berbunyi. Tidak di sangka, Revan menjemput Intan ke sekolah. Ia fikir Intan bekerja hari ini. Tapi akhirnya Revan di ajak Intan untuk ikut pulang bersamanya.
Mereka pun menuju ke rumah intan, Vina terus menanyakan hubungan Revan dan Intan sepanjang perjalanan. Tanpa terasa, mereka bertiga sampai di tempat tujuan mereka.
            “ada yang meninggal ?” tanya revan kepada intan.
            “tidak. Memangnya... ap..apa yang terjadi ?” Intan terkejut melihat bendera kuning terpasang di depan rumahnya dan kerumunan orang memenuhi rumahnya. Ia pun segera turun dari mobil Revan. Revan dan Vina mengikutinya. Tiba –tiba, seorang wanita paruh baya menghampiri Intan
            “kuatkan hatimu nak, ayahmu sudah di panggil sang Khalik,” Ucap tetangganya itu.
            “apa yang ibu katakan ?, jangan bercanda !” Bentak Intan tidak percaya.
            “sabar nak, kuatlah..” ucap wanita itu lagi sambil memegang pundak Intan dan meneteskan air mata.
“tidak mungkin !” Intan tidak percaya lalu Ia berlari ke dalam
“ibu, apa yang ter….” Intan merasa seluruh tubuhnya tercabik-cabik saat melihat jasad ayahnya sudah kaku. Mayat yang tadi pagi ditemukan petani itu ternyata adalah ayahnya sendiri.
            Kakinya tak sanggup lagi menahan berat tubuhnya. Ia pun bertekuk lutut di depan tubuh sang ayah. Ia melihat Revan disampingnya.
            “tolong katakan gak pernah terjadi Van,” Intan syok tidak percaya dan belum bisa menerima kenyataan. Revan pun lantas memeluknya, berharap Intan bisa sedikit tenang. Ternyata Intan tidak kuat. Ia pun tumbang dan jatuh pingsan. Revan dan Vina pun membopongnya ke kamar.
            “Intan sadarlah….” Revan menepuk-nepuk pipi Intan, tapi gadis malang itu belum juga sadar.
***
Langit begitu gelap, hujan pun tak juga membasahi tempat manusia menapak. Siang hari setelah sepekan kepergian ayah Intan. Ia memulai kembali kewajibannya sebagai pelajar, begitupun pekerjaannya di restoran, yang sempat tertunda selama beberapa hari. Namun tidak disangka ada seorang yang berniat jahat kepada Intan. Ia iri kepada Intan yang selalu dimanja di restoran.

Revan mengetahui  niat jahat salah satu pekerja itu. Ia berniat mencampur racun pada makanan yang akan disuguhkan Intan kepada tamunya. Tapi rencana tersebut gagal, Revan telah menukar makanan yang sudah terkontaminasi oleh racun, dengan makanan yang steril. Intan mengetahui semua, setelah melihat tingkah aneh Revan. Revan menjelaskan semua kejahatan Umi.
            “ Aku gak mau lihat kamu lagi di sini Intan. Aku muak denganmu ! ” Jujur Umi ketika ketahuan berniat jahat. Lalu setelah mengetahui rencananya gagal Umi segera pergi.
Paman yang mendengar keributan di dapur segera menghampiri Intan dan Revan, Vina juga membuntuti pamannya itu. Paman meminta maaf kepada Intan, ia memaklumi sifat iri Umi kepada orang yang memiliki kelebihan dari pada diri nya.
***
Malam harinya terlihat Umi sedang mengendap-endap di dapur restoran yang telah tutup. Ia merencakanakan hal jahat lainnya untuk mengusir Intan. Tapi..
“ tap..tap..tap…” suara langkah sepatu mendekatinya. Dan itu membuat Umi merasa risih dengan keadannya saat ini. Ia menyangka ada orang lain bersamanya.    Pakaian yang serba merah menutupi orang yang membuntuti Umi, membuatnya tidak terlihat ditengah kegelapan.

Orang tersebut akhirnya menampakan wujudnya di depan Umi. Ia segera melayangkan benda tumpul yang di genggamnya, tapi Umi lolos, dan ia terkejut setelah berhasil membuka topeng musuhnya. Ia mengenal orang itu. Tapi ternyata lawannya lebih pandai. Umi tewas malam itu.
***
Keesokan harinya, seperti biasa, sepulang sekolah Intan dan Vina pergi ke restoran untuk bekerja, tapi ketika sampai di tempat tujuan, pemandangan lain menyambut mereka. Ambulans dan beberapa orang berpakaian putih, membawa keranda berisi mayat yang ditutup kain putih bersimbah darah.
“Umi tewas,” Ucap paman Vina membuyarkan lamunan mereka.
“Umi, Kok bisa ? ” Intan terkejut, sangat terkejut
“entahlah,” jawab paman datar
Akhirnya paman menutup restoran untuk sementara sampai identifikasi TKP selesai.
Terik mentari tak menghalangi Revan dan Intan yang sedang asik menikmati hidangan ala Italia di kedai sudut kota, lagu-lagu romantis yang dinyanyikan seniman jalanan yang menghampiri mereka mengiringi perbincangan tentang hubungan mereka. Selesai menikmati hidangan Revan mengantarkan Intan pulang karena mentari telah condong ke barat. Namun, setibanya mereka di rumah Intan, mereka disambut pemandangan yang tidak sedap.

Revan menghampiri orang yang sedang memaki – maki calon mertuanya.
“hei…ada apa? ” Tanya Revan sembari mendirikan Ibu Intan. Intan hanya terdiam bisa di belakang Revan.
“hutang tua bangka ini belum lunas !” jawab seorang wanita yang tampak menor.
“berapa? ” Revan agak kesal dengan wanita genit itu
“tiga Juta! loe sanggup bayarin ? “ sombongnya
“ini.. pergilah !, jangan ganggu keluarga ini lagi,” Revan mengeluarkan uang cas.
“heh.. hebat loe bisa jual anak ! ” kata wanita itu kasar
“jaga mulutmu tante genit! Pergi !” Revan naik darah mengusir rentenir itu.
Setelah masalah selesai, Revan pamit pulang karena jam sudah menunjukan pukul 20.30. Kata-kata rentenir tadi masih terngiang di telinga Intan. Dadanya sakit tiap teringat perkataan kasar itu.
***
Terlihat Intan meneteskan air matanya di hadapan Vina. Vina hanya bisa mengusap punggung Intan perlahan berharap air matanya berhenti.
“sabar ya Tan… ini cobaan, nanti juga ada yang balas kejahatan orang itu, ” Vina menenangkan Intan
“tapi kenapa masalah ini gak usai-usai,” Intan mengelap air matanya yang terus mengalir.
“udah .. kamu tenang aja” Vina, Intan hanya tersenyum. Lalu ia meneguk segelas es teh di hadapannya. Setelah satu jam kurang mereka mengungkapkan isi hatinya, mereka pun pulang ke rumah masing-masing.

Sore harinya, rumah seorang wanita yang terkenal suka merampas harta orang yang memakai jasa pinjamannya, dipenuhi orang orang yang bersedia melayatnya sebagai solidaritas antar tetangga
“tadi malam saya melihat orang berpakaian merah-merah masuk ke kamar nyonya, saya pikir itu nyonya, tapi seingat saya nyonya gak punya baju merah.” Jawab seorang pekerja di rumah tersebut.
Setelah ditanya Tim penyidik dari kepolisian daerah.
“lapor pak, ciri-ciri pembunuh sama persis dengan dua kasus pembunuhan terdahulu,”
“Segera selidiki,” Para penyidik sibuk mengungkap kasus ini
***
“ tok..tok..tok…” pintu rumah Intan diketuk oleh orang
“ada apa pak ? ” Intan menjawab ketukan itu dan membuka pintu, dilihatnya dua orang berbadan tegap dari kepolisian.
“kami ditugaskan untuk membawa anda untuk dimintai keterangan di kantor polisi, dalam kasus pembunuhan yang mengorbankan ayah anda” jawb salah satu polisi yang mamakai jas hitam pekat.
“oh.. baiklah,” Intan menurut
Para penyidik mencurigai Intan, sebab korban-korban sebelum nya pernah membuat konflik dengan Intan. Intan mengakui tapi ia tidak pernah menyadarinya sama sekali. Akhirnya mereka menyusun rencana untuk menjerat si pembunuh berantai ini.
***
Malam harinya, ketika Intan pulang dari kantor polisi, seseorang membekap mulutnya dan memasukannya ke mobil. Orang berpakaian merah itu  membawa Intan ke dalam rimbunan pohon-pohon di hutan yang dikelilingi jurang-jurang yang tak mempunyai ujung.

Ia menarik Intan keluar dari mobil dan menggiring Intan menuju pinggir jurang. Intan tidak tau dimana sekarang ia berada, sebab saat dimobil tangan dan matanya dibalut kain yang mengikat kencang. Ia berdiri tepat dibelakang Intan.
“siapa kamu ? Aku dimana ? ” Teriaknya ketakutan. Akhirnya si psikopat itu membuka penutup mata Intan, Intan melihat keindahan cahaya bulan di hadapanya. Orang di belakangnya membuka topengnya. Tapi saat Intan melihat ke bawah ia sangat terkejut melihat jurang yang begitu dalam, matanya terbelalak.
“menurut mu, sedalam apakah dasarnya ? ”Bisik si pembunuh dari belakang Intan, suaranya sangat familiar ditelinga Intan.
Pupil mata Intan makin membesar ketika mendengar lirih suara itu. Tapi tidak dapat berbalik, sebab sedikit saja kakinya bergeser, ia akan jatuh bersama tanah yang rapuh yang diinjaknya.
“taukah kamu Intan, perasaanku padamu, lebih dalam dari pada jurang ini” Pria itu tetap memegangi intan agar tidak terpeleset. Intan masih diam, seluruh tubuhnya gemetar.
“kenapa kamu ngelakuin semua ini Revan ? ” Intan terisak tidak percaya, ternyata si Psikopat pembunuh ayahnya adalah Kekasihnya. Orang yang selama ini ia banggakan.
“aku gak mau melihatmu di siksa orang-orang jahat itu, aku sangat menyayangimu” bisik Revan
“Sadarkan kamu, kamu udah bunuh ayah ku, ayah ku Revan!” Intan makin menangis deras, Revan hanya diam.
Tiba-tiba sekelompok anggota polisi mengepung mereka.
“Revan lepasin Intan! ” teriak Vina yang ikut serta. Ternyata mata-mata dari kepolisian mengikuti Intan sejak Intan keluar dari kantor polisi, sehingga mereka tau dimana Intan berada. Beberapa polisi menodongkan senjata kearah Revan dan terus mendesak Revan untuk melepaskan Intan.
“dia milikku !” Revan betontak
“aku bukan milikmu lagi Revan,” Intan mendorong dirinya sendiri bersama Revan masuk ke dalam jurang.
“INTAAN !!!!! ” Vina histeris
***
Semua berubah, penderitaan yang selalu Intan rasakan selama ini lenyap. Ia selamat, sementara sampai sekarang jasad Revan belum ditemukan. Kini ia dan Vina tidak lagi bekerja sebagai buruh di restoran. Kemampuan mereka di bidang komputer membawa mereka untuk bekerja pada sebuah perusahaan kecil . Mereka hidup bahagia.
“hallo,” Intan mengangkat telepon selularnya yang berdering
“kamu tetap milikku Intan,” Jawab seorang pria dalam telepon
“Revan??? ” Intan teringat suatu suara yang pernah di dengarnya 1 bulan yang lalu
“aku akan tetap melindungimu.” lanjut suara itu. Intan bergidik, lagi-lagi matanya terbelalak.


TAMAT