dua hari yang lalu saya terkenang akan hubungan saya dengan si doi yg hampir setahun.. hmm.. mau di buat kejutan apa ya, langsung duduk diam di depan notebook, tanya mbah google..
yang saya dapat dari google untuk hasil pencarian "kejutan aniversary untuk sang pacar" yaitu beberapa kado hasil kretifitas tangan dan cupcake" lucu.. ada yang berupa foto, boneka orang-orangan, ucapan "happy aniversary sayang" banyak lagi deh.. Jadi ngiler liatnya, bagus-bagus banget hasil tangan kreatif para wanita ini...
kepikiran mau buat juga kayaknya..
buat kue...
belom punya oven sama mixer...
kepikiran... terus...
akhirnya, aha... beli aja mufin coklat nya... hiasannya bikin sendiri...
fondant.. itu nama hiasan kue yang bentuknya kayak lilin dan bisa di bentuk sekreatif tangan kita...
nyari lagi... beli fondant dimana ya??
ketemunya cara membuat fondant..
liat lagi...
fondant itu pake gelatin..
gelatin?
satu hal yang saya ingat tentang gelatin itu... terbuat dr sapi atau babi...
loh..loh..loh..
jangan-jangan fondant nih banyak yg gak halal dong...
was-was hati saya memikirkannya..
pas liat di blog" teman ada yang bilang pakai rumput laut.. tapi hasilnya gak semaksimal pake fondant..
mungkin belom rezeki... tapi pengen banget belajar hias kue... gimana ya...
di jakarta aja nyari fondant yang halal susah, gimana di Bangka ini?? hadoh... hmm..
temen" yang baca artikel ini tolong ya, kasih masukan..
ilmu yang di bagikan bermanfaat kok, yang pasti berpahala... :)
mimpi yang sempurna
Rabu, 16 April 2014
Kamis, 19 Desember 2013
REVAN???
Saat
itu matahari mamantulkan cahayanya pada bulan, sehingga melengkapi indahnya
suasana petang, yang di sambut nyanyian binatang jenis hexapoda di balik
tingginya rerumputan.
Angin
malam mulai berhembus pelan tapi cukup bisa menusuk kulit. Dedaunan pohon pinus
melambai – lambai sayu menjadi saksi redupnya cahaya Intan hari itu. Awan hitam
yang menggantung dari udara dan bergerak bebas menuju ke selatan menggambarkan
suasana hati Intan saat itu. Ayahnya lagi –lagi pulang dengan membawa kesedihan
di depan matanya.
Akhir
– akhir ini Intan mencoba terus menahan tangis di depan Ibunya, karena sang
Ayah pulang dengan aroma minuman keras di tubuhnya. Mabuk setiap pulang menjadi
kewajiban untuk menghilangkan stresnya karena belum lama Ia di PHK dari tempat
kerjanya. Tempat bergantung kehidupan keluarganya.
Berkali
– kali Intan membujuk Ayahnya untuk memperhatikan sang Ibu. Tapi apa daya Intan
hanya bisa menangis karena cacian dan tamparan yang sering mendarat di
wajahnya. Ketika Ayahnya sudah tidak peduli akan apa yang terjadi dengan
keluarga yang dulu sangat dicintainya.
Sesosok
bayangan terlihat berjalan mendekati Intan yang bersandar di ambang jendela
kamarnya sambil meratapi nasib dan berharap waktu dapat di putar kembali.
Sekelibat bayangan tersebut berasal dari seorang Ibu yang telah mengandungnya
selama sembilan bulan.
“Intan,
kamu belum tidur ?” Ibu membuyarkan lamunan Intan.
“Ibu,
kenapa Ibu Bangun ? bukannya Ibu masih sakit ?” Intan khawatir, gejala penyakit
parkinson yang perlahan menggerogoti kemampuan otak dan memperlambat gerakan
Ibunya sering membuat Ibunya terjatuh. Intan bergegas menuntun Ibunya untuk
duduk di sisi tempat tidur yang sudah seumur dirinya.
“Apa
yang menyebabkan kamu murung dan menahan kesedihan, anakku ?, ceritakanlah
kepada ibu,” tanya Ibu masih penuh dengan perhatian.
“aku
tidak sedih bu, aku hanya sedang berfikir, bagaimana caranya untuk menyambung
hidup kita. Ayah sudah tidak bisa kita harapkan lagi. Kita harus membangun diri
kita sendiri bu,” bohong Intan.
Sebenarnya
Intan telah berkerja di salah satu restoran milik pamannya Vina, sahabatnya.
Guna menutupi pengeluaran hidupnya bersama Ibunya, setelah ayahnya tidak lagi
memberikan nafkah kepada keluarganya.
“Ibu
mengerti kegundahan jiwamu nak, tapi bagaimanapun Ia tetap tetap Ayahmu. Ia
yang membantu Ibu membesarkanmu hingga saat ini. Memangnya apa yang Ia lakukan
padamu ?, apa Ia memukulmu ?” tanya Ibu kembali, Intan tersentak Ia menatap
dalam – dalam jiwa sang Ibu. Menatap iba ke pelupuk mata seseorang yang sedang
menunggu jawaban dari bibir anaknya.
“tidak
bu, Ayah tidak pernah memukulku,” Intan menundukkan kepalanya. Rasa tamparan
keras itu tertahan oleh ucapan bohong dari Intan. Ia tidak ingin ibunya
merasakan hal yang sama dengannya.
“lalu
mengapa kamu memikirkan hal itu ?, Ayah masih bekerja kan ?” ibu tidak tahu
bahwa uang yang selalu di terima oleh Intan adalah hasil dari jerih payah Intan
sendiri. Bukan dari sang suami yang Ia kira selalu bekerja.
“ya,
Ayah bekerja !” tatapan iba itu muncul kembali dan ditunjukan ke Ibunya.
“apa
yang kamu fikirkan, sudahlah malam sudah larut. Jangan fikirkan hal itu lagi,
tidurlah. Bukankah esok kamu harus ke sekolah ? kamu masih terlalu kecil untuk
berfikir ke arah sana, nak.” Perintah Ibu sambil menutup jendela kamar Intan,
lalu menyelimutinya ketika Ia akan beranjak keluar kamar.
“ibu..”
Intan menyempatkan diri memanggil Ibunya
“.....”
sang Ibu hanya menoleh.
“aku
sudah dewasa, aku bukan anak kecil lagi,” lanjut Intan optimis.
“ya..
Ibu percaya itu, tidurlah ibu akan membangunkanmu sebelum subuh.” Wanita paruh
baya itu pun beranjak pergi menuju pintu kamar Intan.
“maafkan
aku Ibu. Ku lakukan ini semua, demi kau.” Sedikit penyesalan terlontar dari
mulut Intan. Tatkala lagi – lagi Ia harus berbohong kepada Ibunya.
***
Embun pagi dan gemercik
siraman sinar mentari pagi itu, mengingatkan para manusia untuk melanjutkan
kewajiban mereka di bumi. Walaupun tidak secerah hari kemarin, karena tadi
malam awan hitam yang menggantung telah menjadi air hujan dan membasahi daerah
tempat Intan tinggal.
Hari ini Intan
berangkat ke sekolah membawa kantung hitam di bawah matanya. Tadi malam Ia
tidak dapat tidur. Sesekali Ia membolak – balikan tubuhnya. Fikirannya terus
tertuju kepada Ibunya. Haruskah Ia jujur untuk saat ini ?, tidak. Ia tidak
ingin membagi kesedihan kepada orang yang menyayanginya.
Hari ini juga tepat 5 bulan
Intan bekerja. Tidak begitu buruk. Gajinya cukup untuk membantunya sekolah.
Setiap pulang sekolah Intan dan Vina rajin
bekerja sebagai waiters.
Ada salah seorang dari berpuluh – puluh tamu
yang rutin makan siang dan malam di restoran tempat Intan bekerja. Seorang pria
bernama Revan.
“sepertinya dia menyukai kamu,” Sapa Vina yang sedang
asik menyusun garnis di atas makanan yang di pesan oleh sekelompok tamu.
“siapa ?” Intan bingung akan teguran Vina
“pria yang selalu duduk di sana,” Vina menunjuk ke arah
Revan yang sedang mengotak – atik laptopnya,sesekali Ia melirik ke arah Intan.
“Revan, aku hanya berteman dengannya. Lagi pula darimana
kamu tahu kalau dia menyukaiku ?” Intan meremehkan pendapat sahabatnya.
“lihat aja, setiap Dia makan di sini dia selalu
mencarimu, kalau kamu gak ada, dia pasti keluar, dan dia hanya ingin mengobrol
denganmu saja bukan ?, itu berarti dia menyukaimu. Bukan begitu ?” Vina cepat
mengambil kesimpulan.
“sudah ku bilang, aku hanya berteman dengannya. Sudahlah
jangan bicarakan di terus, lebih baik kamu antar makanan itu.” Intan
mengalihkan pembicaraan mereka.
“huh...
Vina sedikit jengkel karena sashabatnya mengalihkan pembicaraan.”
Sebenarnya yang di
katakat Vina tidak salah sama sekali. Revan sedang melakukan pendekatan dengan
Intan, Intan pun mengetahuinya. Tapi Ia selalu menganggap Revan sebagai teman
biasa.
***
Malam sudah Larut,
daerah sekitar restoran begitu pekat dan dingin. Malam itu berbentuk bulat
lingkaran penuh dan begitu besar, hingga sinarnya menerangi wajah Intan yang
baru keluar dari restoran bersama Vina.
“sampai besok Intan, daa...” Vina mengucapkan salam
perpisahan.
“da..” sahut Intan datar.
Untung malam itu bulan
terlihat sempurna, jalan pun menjadi tidak begitu gelap. Intan berjalan menuju
sebuah halte yang terletak tidak jauh dari restoran. Terlihat sebuah sedan
hitam parkir dekat halte, mobil itu mundur hingga sejajar dengn tempat Intan
berdiri.
“ hai, ikutlah pulang dengan ku. Tidak baik seorang
wanita berdiri di halte, sendirian larut malam,” tegur seseorang kepada Intan
usai membuka kaca jendela mobilnya.
“Revan,
sejak kapan kamu parkir di sana ?, apa kamu menunggu ku ?” Intan terkejut.
“kelihatannya
?. ayo masuk !,” ajak Revan lagi. Intan pun menurut karena yang di katakan
Revan benar. Revan mengendalikan mobilnya menuju rumah Intan. Revan menunggu
Intan sejak Intan melihat dirinya keluar dari restoran. Intan marah karena
selama itu Revan menunggunya.
“untuk
apalagi kamu menungguku kalau bukan untuk membicarakan sesuatu, katakanlah,”
Intan mengetahui maksud Revan menunggunya.
Tapi Revan terdiam,
sementara Intan yang tidak sabaran terus menegur orang yang baru di kenalnya.
Dan tak disangka – sangka Revan menyatakan perasaan yang selama ini Ia pendam.
Ucapan Revan seolah – olah menghipnotis Intan. Jantungnya berdegup kencang, Ia
menarik nafas untuk mencari ketenangan, dan akhirnya Intan menerimanya dengan
senang hati. Pria tampan itu kemudian tersenyum manis kepada Intan. Samar
–samar terdengar uara canda mereka berdua. Ternyata dugaan sahabatnya benar.
***
Sampai di rumah Intan,
Revan ikut turun dari mobil. Tapi tidak disangka Ayah Intan sedang berada di
rumah. Ia meminta uang kepada istrinya secara paksa. Ia juga mengambil kalung
emas yang baru saja Intan belikan untuk Ibunya. Sang Ibu pun jatuh tersungkur
dan menangis. Intan menghalangi Ayahnya di depan pintu untuk merebut kalung
tersebut.
Revan hanya diam
menyaksikan kejadian tragis itu. Dengan sengaja Ayah memukul Intan sampai
jatuh. Lalu Ia pergi membawa barang berharga yang bukan miliknya. Revan segera
membantu Intan bangun. Intan tak sanggup membendung air matanya lagi. Revan
menenangkannya dan membawanya masuk ke dalam rumah.
“maaf ya, kami telah membuatmu terkejut,tapi inilah
keadaan keluargaku yang sebenarnya. Terimakasih telah menenangkan kami,” tegur
Intan saat mengantar Revan ke teras untuk pulang.
“ya aku sangat terkejut, aku harap Ia sadar bahwa yang
dilakukannya itu salah. Bersabarlah. Boleh aku meminta sesuatu kepadamu ?”
“apa ?” intan memandang Revan denagn penuh tanya, ketika
Revan sudah berada di dalam mobilnya.
“aku mohon terimalah bantuan ku dengan tangan terbuka,
jangan pernah menolaknya.”
“hmm.. ya, aku akan berusaha, selama bantuanmu tidak
berlebihan.” Intan menerimanya dengan lapang dada.
“terimakasih, aku pulang ya.. tabahkan hatimu Intan.”
Revan berpamitan dengan memberikan semangat. Intan hanya tersenyum lega.
Ada sedikit harapan di
hidup Intan saat ini. Hadirnya Revan membuatnya merasa tidak sendirian lagi.
Revan pun sama berharap Intan bahagia bersamanya.
***
Di sudut desa terlihat
sekelompok orang sedang berpesta minuman keras. Tapi malam ini nasib mereka
kurang beruntung, dua mobil polisi datang mengejar mereka. Salah satu dari
orang – orang yang mabuk tersebut lari membawa sebuah kalung emas yang
menjuntai panjang dan lolos dari kejaran polisi.
Tetapi tiba – tiba
seseorang berpakaian serba merah menikam pria paruh baya itu dari belakang. Ia
pun tewas seketika.
***
Embun bening serta
sejuknya udara pagi memaksa Intan untuk berhenti berlayar di pulau kapuk. Tapi
bukan itu yang membuat Intan semangat bangun dari tidurnya. Tapi keramaian pagi
itu. Seorang petani berteriak histeris, Ia mengaku menemukan mayat. Tapi Intan
tidak memperdulikannya. Ia bergegas mandi dan segera pergi ke sekolah karena Ia
hampir terlambat.
Hari ini Ia sangat
bersemangat pergi ke sekolah, entah apa sebabnya. Mungkin karena semalam ada
yang menyatakan cinta kepadanya.
“apa yang terjadi kepadamu hari ini ? tingkah lakumu
tidak seperti biasanya, apa yang di katakan Revan tadi malam ?” Vina penasaran.
Tingkah laku Intan tidak seperti kemarin.
“dari mana kamu tahu ?” Intan terkejut mendengar
pertanyaan Vina.
Vina pun bercerita
tentang Revan yang memintanya untuk meninggalkan intan. Agar Ia bisa menyatakan
perasaannya kepada Intan. Intan sedikit jengkel. Tapi Ia bahagia.
***
Semangat Intan hari itu
di contoh matahari. Teriknya sangat menyengat. Terlihat sesekali Intan mengusap
keringatnya. Panas.. udara yang menghampirnya saat itu. Kantin sekolah
merupakan tujuan utamanya saat bel istirahat berbunyi. Ia ingin melepaskan
dahaga setelah 3 jam berkutat dengan 2 pelajaran.
“hai Vin, main yuk ke rumah ku. Ibu menanyakanmu terus,”
Intan memulai perbincangannya dengan Vina.
“oh ya.. baiklah, kapan ?”
“setelah pulang sekolah nanti, kan hari ini jatah libur
kita,” Intan meberi saran karena hari itu mereka libur bekerja.
Bel pulang pun
berbunyi. Tidak di sangka, Revan menjemput Intan ke sekolah. Ia fikir Intan
bekerja hari ini. Tapi akhirnya Revan di ajak Intan untuk ikut pulang
bersamanya.
Mereka pun menuju ke
rumah intan, Vina terus menanyakan hubungan Revan dan Intan sepanjang
perjalanan. Tanpa terasa, mereka bertiga sampai di tempat tujuan mereka.
“ada yang meninggal ?” tanya revan kepada intan.
“tidak. Memangnya... ap..apa yang terjadi ?” Intan
terkejut melihat bendera kuning terpasang di depan rumahnya dan kerumunan orang
memenuhi rumahnya. Ia pun segera turun dari mobil Revan. Revan dan Vina
mengikutinya. Tiba –tiba, seorang wanita paruh baya menghampiri Intan
“kuatkan hatimu nak, ayahmu sudah di panggil sang
Khalik,” Ucap tetangganya itu.
“apa yang ibu katakan ?, jangan bercanda !” Bentak Intan
tidak percaya.
“sabar nak, kuatlah..” ucap wanita itu lagi sambil
memegang pundak Intan dan meneteskan air mata.
“tidak
mungkin !” Intan tidak percaya lalu Ia berlari ke dalam
“ibu,
apa yang ter….” Intan merasa seluruh tubuhnya tercabik-cabik saat melihat jasad
ayahnya sudah kaku. Mayat yang tadi pagi ditemukan petani itu ternyata adalah
ayahnya sendiri.
Kakinya tak sanggup lagi menahan
berat tubuhnya. Ia pun bertekuk lutut di depan tubuh sang ayah. Ia melihat
Revan disampingnya.
“tolong katakan gak pernah terjadi Van,”
Intan syok tidak percaya dan belum bisa menerima kenyataan. Revan pun lantas
memeluknya, berharap Intan bisa sedikit tenang. Ternyata Intan tidak kuat. Ia
pun tumbang dan jatuh pingsan. Revan dan Vina pun membopongnya ke kamar.
“Intan sadarlah….” Revan
menepuk-nepuk pipi Intan, tapi gadis malang itu belum juga sadar.
***
Langit
begitu gelap, hujan pun tak juga membasahi tempat manusia menapak. Siang hari
setelah sepekan kepergian ayah Intan. Ia memulai kembali kewajibannya sebagai
pelajar, begitupun pekerjaannya di restoran, yang sempat tertunda selama
beberapa hari. Namun tidak disangka ada seorang yang berniat jahat kepada
Intan. Ia iri kepada Intan yang selalu dimanja di restoran.
Revan
mengetahui niat jahat salah satu pekerja
itu. Ia berniat mencampur racun pada makanan yang akan disuguhkan Intan kepada
tamunya. Tapi rencana tersebut gagal, Revan telah menukar makanan yang sudah
terkontaminasi oleh racun, dengan makanan yang steril. Intan mengetahui semua,
setelah melihat tingkah aneh Revan. Revan menjelaskan semua kejahatan Umi.
“ Aku gak mau lihat kamu lagi di
sini Intan. Aku muak denganmu ! ” Jujur Umi ketika ketahuan berniat jahat. Lalu
setelah mengetahui rencananya gagal Umi segera pergi.
Paman
yang mendengar keributan di dapur segera menghampiri Intan dan Revan, Vina juga
membuntuti pamannya itu. Paman meminta maaf kepada Intan, ia memaklumi sifat
iri Umi kepada orang yang memiliki kelebihan dari pada diri nya.
***
Malam
harinya terlihat Umi sedang mengendap-endap di dapur restoran yang telah tutup.
Ia merencakanakan hal jahat lainnya untuk mengusir Intan. Tapi..
“
tap..tap..tap…” suara langkah sepatu mendekatinya. Dan itu membuat Umi merasa
risih dengan keadannya saat ini. Ia menyangka ada orang lain bersamanya. Pakaian yang serba merah menutupi orang yang
membuntuti Umi, membuatnya tidak terlihat ditengah kegelapan.
Orang
tersebut akhirnya menampakan wujudnya di depan Umi. Ia segera melayangkan benda
tumpul yang di genggamnya, tapi Umi lolos, dan ia terkejut setelah berhasil
membuka topeng musuhnya. Ia mengenal orang itu. Tapi ternyata lawannya lebih
pandai. Umi tewas malam itu.
***
Keesokan
harinya, seperti biasa, sepulang sekolah Intan dan Vina pergi ke restoran untuk
bekerja, tapi ketika sampai di tempat tujuan, pemandangan lain menyambut
mereka. Ambulans dan beberapa orang berpakaian putih, membawa keranda berisi
mayat yang ditutup kain putih bersimbah darah.
“Umi
tewas,” Ucap paman Vina membuyarkan lamunan mereka.
“Umi,
Kok bisa ? ” Intan terkejut, sangat terkejut
“entahlah,”
jawab paman datar
Akhirnya
paman menutup restoran untuk sementara sampai identifikasi TKP selesai.
Terik
mentari tak menghalangi Revan dan Intan yang sedang asik menikmati hidangan ala
Italia di kedai sudut kota, lagu-lagu romantis yang dinyanyikan seniman jalanan
yang menghampiri mereka mengiringi perbincangan tentang hubungan mereka.
Selesai menikmati hidangan Revan mengantarkan Intan pulang karena mentari telah
condong ke barat. Namun, setibanya mereka di rumah Intan, mereka disambut
pemandangan yang tidak sedap.
Revan
menghampiri orang yang sedang memaki – maki calon mertuanya.
“hei…ada
apa? ” Tanya Revan sembari mendirikan Ibu Intan. Intan hanya terdiam bisa di
belakang Revan.
“hutang
tua bangka ini belum lunas !” jawab seorang wanita yang tampak menor.
“berapa?
” Revan agak kesal dengan wanita genit itu
“tiga
Juta! loe sanggup bayarin ? “ sombongnya
“ini..
pergilah !, jangan ganggu keluarga ini lagi,” Revan mengeluarkan uang cas.
“heh..
hebat loe bisa jual anak ! ” kata wanita itu kasar
“jaga
mulutmu tante genit! Pergi !” Revan naik darah mengusir rentenir itu.
Setelah
masalah selesai, Revan pamit pulang karena jam sudah menunjukan pukul 20.30. Kata-kata
rentenir tadi masih terngiang di telinga Intan. Dadanya sakit tiap teringat
perkataan kasar itu.
***
Terlihat
Intan meneteskan air matanya di hadapan Vina. Vina hanya bisa mengusap punggung
Intan perlahan berharap air matanya berhenti.
“sabar
ya Tan… ini cobaan, nanti juga ada yang balas kejahatan orang itu, ” Vina
menenangkan Intan
“tapi
kenapa masalah ini gak usai-usai,” Intan mengelap air matanya yang terus
mengalir.
“udah
.. kamu tenang aja” Vina, Intan hanya tersenyum. Lalu ia meneguk segelas es teh
di hadapannya. Setelah satu jam kurang mereka mengungkapkan isi hatinya, mereka
pun pulang ke rumah masing-masing.
Sore
harinya, rumah seorang wanita yang terkenal suka merampas harta orang yang
memakai jasa pinjamannya, dipenuhi orang orang yang bersedia melayatnya sebagai
solidaritas antar tetangga
“tadi
malam saya melihat orang berpakaian merah-merah masuk ke kamar nyonya, saya
pikir itu nyonya, tapi seingat saya nyonya gak punya baju merah.” Jawab seorang
pekerja di rumah tersebut.
Setelah
ditanya Tim penyidik dari kepolisian daerah.
“lapor
pak, ciri-ciri pembunuh sama persis dengan dua kasus pembunuhan terdahulu,”
“Segera
selidiki,” Para penyidik sibuk mengungkap
kasus ini
***
“
tok..tok..tok…” pintu rumah Intan diketuk oleh orang
“ada
apa pak ? ” Intan menjawab ketukan itu dan membuka pintu, dilihatnya dua orang
berbadan tegap dari kepolisian.
“kami
ditugaskan untuk membawa anda untuk dimintai keterangan di kantor polisi, dalam
kasus pembunuhan yang mengorbankan ayah anda” jawb salah satu polisi yang
mamakai jas hitam pekat.
“oh..
baiklah,” Intan menurut
Para
penyidik mencurigai Intan, sebab korban-korban sebelum nya pernah membuat
konflik dengan Intan. Intan mengakui tapi ia tidak pernah menyadarinya sama
sekali. Akhirnya mereka menyusun rencana untuk menjerat si pembunuh berantai
ini.
***
Malam
harinya, ketika Intan pulang dari kantor polisi, seseorang membekap mulutnya
dan memasukannya ke mobil. Orang berpakaian merah itu membawa Intan ke dalam rimbunan pohon-pohon
di hutan yang dikelilingi jurang-jurang yang tak mempunyai ujung.
Ia
menarik Intan keluar dari mobil dan menggiring Intan menuju pinggir jurang.
Intan tidak tau dimana sekarang ia berada, sebab saat dimobil tangan dan
matanya dibalut kain yang mengikat kencang. Ia berdiri tepat dibelakang Intan.
“siapa
kamu ? Aku dimana ? ” Teriaknya ketakutan. Akhirnya si psikopat itu membuka
penutup mata Intan, Intan melihat keindahan cahaya bulan di hadapanya. Orang di
belakangnya membuka topengnya. Tapi saat Intan melihat ke bawah ia sangat
terkejut melihat jurang yang begitu dalam, matanya terbelalak.
“menurut
mu, sedalam apakah dasarnya ? ”Bisik si pembunuh dari belakang Intan, suaranya
sangat familiar ditelinga Intan.
Pupil
mata Intan makin membesar ketika mendengar lirih suara itu. Tapi tidak dapat
berbalik, sebab sedikit saja kakinya bergeser, ia akan jatuh bersama tanah yang
rapuh yang diinjaknya.
“taukah
kamu Intan, perasaanku padamu, lebih dalam dari pada jurang ini” Pria itu tetap
memegangi intan agar tidak terpeleset. Intan masih diam, seluruh tubuhnya
gemetar.
“kenapa
kamu ngelakuin semua ini Revan ? ” Intan terisak tidak percaya, ternyata si
Psikopat pembunuh ayahnya adalah Kekasihnya. Orang yang selama ini ia
banggakan.
“aku
gak mau melihatmu di siksa orang-orang jahat itu, aku sangat menyayangimu”
bisik Revan
“Sadarkan
kamu, kamu udah bunuh ayah ku, ayah ku Revan!” Intan makin menangis deras,
Revan hanya diam.
Tiba-tiba
sekelompok anggota polisi mengepung mereka.
“Revan
lepasin Intan! ” teriak Vina yang ikut serta. Ternyata mata-mata dari
kepolisian mengikuti Intan sejak Intan keluar dari kantor polisi, sehingga
mereka tau dimana Intan berada. Beberapa polisi menodongkan senjata kearah
Revan dan terus mendesak Revan untuk melepaskan Intan.
“dia
milikku !” Revan betontak
“aku
bukan milikmu lagi Revan,” Intan mendorong dirinya sendiri bersama Revan masuk
ke dalam jurang.
“INTAAN
!!!!! ” Vina histeris
***
Semua
berubah, penderitaan yang selalu Intan rasakan selama ini lenyap. Ia selamat, sementara sampai sekarang jasad Revan belum ditemukan. Kini
ia dan Vina tidak lagi bekerja sebagai buruh di restoran. Kemampuan mereka di
bidang komputer membawa mereka untuk bekerja pada sebuah perusahaan kecil .
Mereka hidup bahagia.
“hallo,”
Intan mengangkat telepon selularnya yang berdering
“kamu
tetap milikku Intan,” Jawab seorang pria dalam telepon
“Revan???
” Intan teringat suatu suara yang pernah di dengarnya 1 bulan yang lalu
“aku
akan tetap melindungimu.” lanjut suara itu. Intan bergidik, lagi-lagi matanya
terbelalak.
TAMAT
Langganan:
Postingan (Atom)